Tokoh Islam Peringati Holocaust di Kamp Auschwitz

January 20, 2020

Deutsche Welle (Malaysian)
By Christopher Starck
January 20, 2020

Tokoh Islam bergandeng tangan dengan pemimpin Yahudi memperingati 75 tahun pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz. Salah seorangnya adalah bekas menteri kehakiman Arab Saudi dan Sekjen Liga Muslim Dunia, Syeikh al-Eissa.

Seorang muslim berdoa bersama penganut Yahudi di Kamp Konsentrasi Auschwitz-Birkenau.

Pada 2013 seorang politisi partai sosial demokrat Jerman bernama Raed Saleh mengunjungi kamp Auschwitz-Birkenau dengan sekelompok pelajar. Saleh, anggota parlemen kota Berlin kala itu, dilahirkan di Palestina dan baru bermigrasi ke Jerman pada usia 5 tahun. Sontak kunjungan simboliknya ke jantung kejahatan Nazi Jerman kepada umat Yahudi itu menyita perhatian media nasional.

Di kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau, sebanyak 1,1 juta warga Yahudi tewas di kamar gas, atau lewat kerja paksa.

“Ada seorang pelajar bernama Mustafa. Tubuhnya yang jangkung berdiri di depan tumpukan raksasa sepatu anak-anak,” kisah Saleh mengenang kengerian di Blok 5. “Setiap pasang sepatu, dulu dimiliki seorang anak. Saya mengerti bagaimana pengetahuan itu mengubah Mustafa,” imbuhnya.

Kunjungan tersebut digelar sebagai reaksi atas fenomena muram yang tak kunjung menyusut di kalangan minoritas muslim Jerman, yakni Yudeofobia. “Anti-semitisme di kalangan kaum muda Islam bukan hal yang langka,” imbuhnya.

Menurut Direktur Kamp Auschwitz-Birkenau, Piotr Cywinski, lebih dari 2,3 juta pengunjung mendatangi kompleks bersejarah itu pada 2019. Namun dari jumlah itu, “hanya sedikit yang berasal dari dunia Arab,” katanya. Tahun lalu, tercatat 3.200 pengunjung berasal dari negara-negara bermayoritas warga Arab.

Pembebasan

70 tahun lalu, Tentara Merah berhasil membebaskan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau. Antara tahun 1940-1945, lebih dari satu juta orang, kebanyakan warga Yahudi, tewas dibunuh di kamp ini. Ketika tentara Soviet membebaskan kamp, mereka hanya menemukan sekitar 7000 orang yang selamat. Tampak dalam foto yang diambil Januari 1945, tiga orang penghuni kamp yang berhasil selamat.

Cywinski mengatakan, pengunjung muslim juga datang dari Perancis, Norwegia, Jerman dan sejumlah negara Eropa lain. Dia “yakin, bahwa untuk semua orang, datang ke bekas kamp konsentrasi yang utuh bisa menjadi pengalaman pribadi yang penting.”

Kunjungan simbolik

Kamis (23/1) mendatang, Auschwitz akan membuka episode lain kunjungan simbolik pemimpin muslim. Syeikh Mohammed al-Eissa, Sekretaris Jendral Liga Muslim Dunia, NGO asal Mekkah yang dibiayai Arab Saudi, akan tiba bersama David Harris, Direktur Komite Yahudi Amerika (AJC).

Kunjungan kedua tokoh itu bernilai simbolik tinggi: Syeikh al-Eissa pernah menggawangi penerapan Syariah Islam pada saat memangku jabatan menteri kehakiman di Arab Saudi, sementara Harris mewakili generasi terakhir penyintas Holocaust yang selamat dari kekejaman Nazi.

Sekitar dua tahun lalu Syekih al-Eissa mengirimkan sepucuk surat kepada Museum Peringatan Holocaust di Washington, AS. Di dalamnya dia mengaku memendam “simpati besar terhadap korban Holocaust, tragedi yang mengguncang kemanusiaan kita.”

Dia menggarisbawahi bahwa “Islam sejati tidak berpihak pada kejahatan ini” dan “meyakini bahwa penyangkalan terhadap Holocaust atau upaya bias untuk mengecilkan dampaknya adalah penghinaan terhadap martabat jiwa-jiwa tidak berdosa yang telah meninggal dunia.”

Bocah lelaki biasa

Lewat pantulan beberapa cermin, Salman Levinson seolah-olah menatap kita dari segala arah. Foto ini dipotret tahun 1937. Salman kecil, yang kerap dipanggil Sima, tumbuh layaknya bocah lelaki seumurannya. Bersama ibunya, Frieda dan ayahnya, Selig mereka tinggal di Riga. Tantenya pada tahun 1936 berimigrasi ke Eretz, Israel dan secara teratur menulis surat untuk Salman.

Usai mengunjungi museum peringatan Holocaust ibukota AS pada Mei 2018 silam, al-Eissa menuliskan kesannya di kolom editorial harian The Washington Post. “Saya melihat sendiri gunung bukti-bukti – video, foto, plakat-plakat, wawancara dan benda peninggalan – semua menjadi saksi Holocaust. Seseorang tidak perlu datang ke museum untuk mengakui dimensi Holocaust, tapi mereka yang datang ke museum tidak bisa menyangkalnya.”

Dia lalu “mengimbau semua muslim untuk mempelajari sejarah Holocaust,” serta mengunjungi tugu peringatan dan museum terkait tragedi kemanusiaan tersebut. Sang Syeikh tidak lupa menutup tulisannya dengan Surat An-Nisa ayat 135, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan.”

Kali ini al-Eissa merencanakan sejak jauh hari kunjungan simboliknya untuk memperingati 75 tahun pembebasan kamp oleh pasukan Uni Sovyet. Atas inisiatifnya itu dia mendapat pujian dari bekas Wakil Presiden Kongres Yahudi Dunia, Marc Schneier, lewat sebuah editorial di Jerusalem Post.

Bagi Raed Saleh, perjalanannya ke Auschwitz bukan untuk menegaskan perasaan “bersalah,” melainkan untuk mengirimkan “isyarat baik yang kuat,” tentang persaudaraan antara umat beragama. Dia sendiri merasa berkesan, begitu pula murid-murid yang dia bawa ke sana. “Saya melihat mereka menanyakan hal yang belum pernah mereka tanyakan sebelumnya. ”

Click here to read the original article.